Akhir Arbitrase Perang Shiffin: Perebutan Kekuasaan?
HISTORY – Akhir artibtrase Perang Shiffin menjadi epilog yang memiliki banyak versi. Kebanyakan orang satu suara tentang awal peristiwanya, tetapi tidak dengan akhirnya.
Versi
yang paling umum adalah perang tersebut diakhiri dengan cerita ketegangan
antara kaum muslimin.
Perang
Shiffin selalu dinilai sebagai konflik antar umat Islam yang dipengaruhi oleh
perebutan kekuasaan dan diakhiri dengan pengkhianatan.
Pada
perang ini Muawiyah bin Abi Sufyan kerap digambarkan sebagai sosok negatif yang
tidak mau membaiat Ali bin Abi Thalib.
Kemudian,
kisah akhir artibtrase Perang Shiffin diceritakan dengan kesepakatan menurunkan
Ali dan Muawiyah dari kedudukannya sebagai pemimpin wilayah.
Yang
lebih mencengangkan, saat Ali diturunkan oleh Abu Musa Al-As’ari dari jabatan
kfalifah, Amr bin Ash tampil mengangkat Muawiyah sebagai pemimpin.
Saat
membaca ulang tentang sejarah kisah ini, muncul banyak tanya. Bagaimana semua itu
mungkin?
Untuk
menjawab rasa penasaran saya, saya membaca ulang kisah tersebut dan menemukan buku
yang membahas Perang Shiffin dari sudut pandang yang bisa lebih dipahami.
Dalam
buku Meneladani Kepemimpinan Khalifah karya Abdullah Munib El-Basyiry,
Perang Shiffin diceritakan sebagai berikut.
![]() |
Menelisik kembali akhir arbitrase Perang Shiffin yang jarang diketahui (sumber: pexels.com) |
Awal
Perang Shiffin
Perang
Shiffin terjadi disebabkan oleh perbedaan pandangan antara kelompok Muawiyah
bin Abi Sufyan di Syam dengan kelompok Ali bin Abi Thalib di Kufah.
Namun,
buku ini menyebutkan bahwa pemicu sebenarnya dari perang ini adalah konflik
yang terjadi antara Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pengikut Abdullah bin Saba’.
Kelompok
Abdullah bin Saba’ merupakan sekumpulan orang di Mesir yang telah beberapa kali
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.
Mereka
pernah memberontak terhadap pemerintahan Usman bin Affan. Mereka juga menghasut
para pengikutnya yang sudah tersebar di Mesir, Kufah, Bashrah, dan Syam untuk
melawan gubernur mereka.
Namun,
upaya untuk melakukan pemberontakan di Syam mengalami kegagalan. Ketika itu,
masyarakat Syam yang dipimpin Muawiyah bin Abi Sufyan sejak masa Umar bin
Khattab tidak mudah untuk dipengaruhi.
Poin
penting yang menjadi perselisihan antara Muawiyah bin Abi Sufyan dengan
Abdullah bin Saba’ adalah bahwa pemimpin Syam tersebut sangat aktif menuntut
hukuman terhadap pembunuh Usman bin Affan.
Dalam
kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir, disebutkan bahwa
kelompok Abdullah bin Saba’ secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan
Usman bin Affan, kemudian mereka berada di sekitar Ali bin Abi Thalib.
Mereka
juga orang yang memberi saran agar khalifah Ali memecat Muawiyah bin Abi Sufyan
dari jabatan gubernur Syam.
Perselisihan
dimulai ketika Ali bin Abi Thalib memutuskan untuk mengganti Muawiyah dengan
Sahl bin Hunaif.
Kemudian,
Muawiyah menyampaikan pesan kepada Ali bahwa masyarakat Syam tidak melakukan
baiat karena mereka menuntut agar pembunuh Usman segera diadili.
Ketika
itu, khalifah Ali belum bisa melaksanakan hukuman atas pembunuh Usman sebelum
baiat selesai dilaksanakan.
Karena
tidak adanya kesepakatan, maka perang pun terjadi
Terjadinya
Perang Shiffin
Ketika
kedua pasukan bertemu di Shiffin, mereka melakukan lagi perundingan untuk
menghindari perang.
Muawiyah
sempat mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui
kalau Ali lebih baik dariku, lebih utama, dan lebih berhak dalam masalah ini
(kekhalifahan) daripada aku. Akan tetapi, bukankah kalian mengetahui bahwa
Usman terbunuh dalam keadaan terzalimi, sedangkan aku adalah sepupunya yang berhak
meminta keadilan. Katakana kepadanya, agar ia menyerahkan pembunuhnya, maka aku
menyerahkan persoalan ini kepadanya.”
Peperangan
dilakukan dengan kesepakatan bahwa mwewka yang terluka harus dibiarkan, mereka
yang melarikan diri tidak boleh dikejar, dan mereka yang meletakkan senjata
akan aman.
Kemudian,
tidak boleh mengambil benda milik mereka yang meninggal (ghanimah), serta
mendoakan dan mensalatkan mereka yang gugur di kedua belah pihak.
Kemudian
peperangan pun terjadi. Setelah pertempuran berjalan sengit, Al-Asy’ats
berkata:
“Jika
pertempuran ini baru berhenti besok, maka bangsa Arab akan sirna dan kehilangan
kehormatan. Demi Allah aku mengatakan ini bukan karena aku takut perang, tetapi
aku ini orang tua, aku mengkhawatirkan para wanita dan para gadis jika kita
semua binasa.”
Kemudian
Muawiyah juga berkata.
“Dia
benar, demi Rabb Kakbah, jika kita masih berperang besok, maka Romawi akan
mengincar para gadis dan wanita kita. Sementara Persia akan mengincar para
wanita dan keturunan Irak. Ini hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang
cerdas.” Kemudian Muawiyah menambahkan, “ikatlah mushaf
diujung tombak kalian.”
Pengangkatan
al-Qur’an tersebut menjadi tanda bahwa peperangan harus dihentikan. Setelah
berperang selama tiga hari lamanya, akhirnya kedua belah pihak setuju untuk
melakukan tahkim atau artibtrase.
Akhir
Artibrase Perang Shiffin
Menurut
KBBI, arbitrase adalah hukum peradilan yang dilaksanakan atas dasar kesepakatan
antara pihak-pihak yang berselisih dan dimediasi oleh hakim yang telah mereka pilih
sendiri.
Perang
ini diakhiri dengan peristiwa tahkim atau arbitrase. Kedua belah pihak
setuju untuk menunjuk seseorang yang adil dari pihak masing-masing.
Kelompok
Ali memilih Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan pihak Muawiyah menunjuk Amr bin Ash.
Akhir
arbitrase Perang Shiffin ini menjadi peristiwa penting yang menunjukan bahwa
tidak ada perebutan kekuasaan antara pihak Ali dengan Muawiyah, apalagi
pengkhianatan dengan mengangkat satu pihak dan menipu pihak lainnya.
Setelah
Abu Musa dan Amr melakukan musyawarah, mereka setuju untuk mengakhiri perang
dan kemudian membuat perjanjian.
Hasil
akhir arbitrase Perang Shiffin tersebut adalah bahwa Ali membawahi urusan
wilayah Irak dan penduduknya, sementara Muawiyah membawahi urusan wilayah Syam
dan penduduknya, dan tidak ada penggunaan senjata.
Lamanya
perjanjian ini adalah satu tahun. Setelah itu, perjanjian bisa diperpanjang
atau dibatalkan.
Hal
ini berarti bahwa Muawiyah tidak wajib membaiat Ali, dan Ali tidak harus
menghukum pembunuh Usman segera sebagaimana yang diminta pihak Muawiyah.
Itulah akhr arbitrase Perang Shiffin. Perlu dipahami bahwa perang ini bukanlah perang yang memperebutkan kekuasaan sebagaimana yang sering diceritakan.
This is HiBoo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar