Buku The Road to Persia karya Afifah Ahmad, Wajib Dibaca Sebelum Jalan-Jalan ke Iran!
BOOK - Selalu
ada cerita dan hikmah di setiap perjalanan. Setiap tempat memiliki keunikan
serta sejarah yang mewarnainya. The Road to Persia menjadi
salah satu buku yang menungkap mengenai sejarah tempat-tempat di Persia-Iran
sekarang.
Book Information
Judul: The Road to Persia: Menelusuri Keindahan Iran yang Belum
Terungkap
Penulis: Afifah Ahmad
Penerbit: Bunyan
Tahun Terbit: 2013
Halaman: 216
Ulasan
Jika berbicara mengenai Iran, maka
biasanya akan identik dengan peradaban Islam. Tak heran, hal itu bisa karena
Iran merupakan pusat Islam Syi’ah di dunia, atau karena di sana pernah hidup
kerajaan-kerajaan Islam pada masa klasik.
Namun, perlu diingat juga bahwa
Iran pernah menyandang nama Persia selama berabad-abad lamanya. Sebelum menjadi
Iran yang bernapaskan Islam, wilayah ini pernah menjadi kekuatan besar yang
mampu bersanding dengan Romawi di Eropa.
Saya selalu mengingat Iran sebagai
wilayah yang berhubungan erat dengan Islam saja. Setelah saya membaca
buku The Road to Persia, kemudian saya tersadar bahwa tanah ini
memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Waktu telah mencatat bahwa telah
terjadi jatuh bangun berbagai peradaban di sana.
Sebagai wilayah yang dilalui oleh
lembah Sungai Tigris dan Eufrat, maka kehidupan telah terjalin sejak masa
sebelum masehi. Kerajaan-kerajaan berdiri silih berganti membawa identitas
masing-masing. Beberapa dari mereka seperti Achaemenid, Parthia, Sasanid,
Dinasti Safavi, dan sebagainya.
Di bagian awal buku ini, saya
diajak berkeliling menapaki tempat bersejarah di Iran. Warisan dari peradaban
Persia Lama seperti Persepolis dan Hegmanateh. Dua tempat yang menjadi saksi
kejayaan ketika masa Achaemenid. Tidak lupa juga narasi tentang Raja Cyrus.
Seorang raja yang menjadi kebanggaan orang-orang Persia lintas generasi.
Tempat lain yang tidak kalah
menarik, Meydan Emam. Sebuah komplek peninggalan Dinasti Safavi. Tempat yang
begitu menakjubkan karena mampu mengkombinasikan berbagai lapisan masyarakat.
Tempat di mana cendekiawan, bazaris/pedagang, rohaniwan, dan pemerintah
menjalani perannya di komplek yang sama.
Ada juga tempat bersejarah lain
seperti Vank Cathedral, Rudkhan Castle, dan rumah-rumah berarsitektur
Islam-Persia yang menyimpan cerita tersendiri.
Masyarakat Iran merupakan
masyarakat yang mencintai syair. Sebagaimana Italia yang terkenal dengan
operanya, maka Iran tidak bisa dipisahkan dengan syair. Sejarah mencatat, Iran
telah mencetak banyak penyair hebat yang masyhur.
Bagian kedua buku ini menceritakan
tempat-tempat yang disebut mausoleum. Mausoleum merupakan komplek pemakaman
para penyair dan cendekiawan Iran. Beberapa dari mausoleum yang dikunjungi
penulis adalah mausoleum Ferdowsi, Hafiz, Saadi, Attar, Khayyam, serta
cendikiawan Ibnu Sina.
Dari cerita perjalanan ke mausoleum
tersebut, saya jadi mengetahui bahwa tradisi ziarah di Iran memiliki sisi yang
menarik. Komplek pemakaman mereka tidak hanya terdiri dari makam saja,
melainkan juga dilengkapi dengan taman yang indah serta museum sang penyair
atau cendikiawan tersebut.
Barangkali pembangunan komplek
seperti itu menjadi tanda bahwa masyarakat Iran sangat menghargai para penyair
dan cendikiawan, sehingga orang-orang yang tidak bisa bertemu langsung dengan
mereka bisa tetap mengenal mereka lebih dekat melalui mausoleum tersebut.
Bagian ketiga buku ini menyuguhkan
tentang desa-desa serta alam yang indah di Iran. Terdapat tempat-tempat indah
seperti Mausoleh, Kandovan, Kuil Api, serta Zayandeh. Tempat yang sangat
menarik karena selain berhubungan dengan alam, tentu bernilai sejarah.
Sebagai negara dengan mayoritas
penduduk muslim, tentu Islam tidak bisa dipisahkan dari Iran. Bagian keempat
menceritakan perjalanan penulis ke tempat-tempat religi di Iran. Sebagai
masyarakat syi’ah, tentu tradisi 10 Muharram tidak bisa dipisahkan. Namun hal
menarik dari penjelasan di buku adalah penulis mencoba menggambarkan tentang
tradisi tersebut dari sudut pandang yang baru. Sebuah insight baru yang jarang
diketahui.
Selain mengajak berkeliling
menapaki tempat-tempat bersejarah, perjalanan penulis selama di Iran juga
setidaknya memberi gambaran bahwa masyarakat Iran merupakan masyarakat yang
sangat religius, hangat dan ramah.
Setelah menyelesaikan buku The
Road to Persia ini, ada beberapa tempat yang ingin saya kunjungi juga.
Saya tertarik pergi ke Meydan Emam, Rudkhan Castle, Persepolis, melihat
rumah-rumah yang dilengkapi badgir dan sistem qanat, berziarah ke makam Attar
dan Ibnu Sina, serta berkunjung ke Kandovan dan Zeyandeh.
Opini
Secara garis besar, saya menyukai
buku ini. Bagi saya membaca buku ini membawa saya ke tempat yang belum pernah
saya kunjungi. Narasi penulis membuat saya berimajinasi menapaki setiap tempat
yang diceritakan.
Gaya tulisan penulis juga ringan,
tetapi berbobot. Banyak informasi baru yang sangat membatu dalam menggambarkan
tempat yang dikunjungi. Selain itu, penulis juga menambahkan beberapa foto
untuk memberi gambaran.
Karena buku ini merupakan buku
kisah perjalanan, tentu akan banyak deskripsi tempat di dalamnya. Penulis
menambahkan peta untuk memberikan gambaran lokasi, hanya saja peta tersebut
disimpan di akhir buku. Sehingga saya pun menemukan peta tersebut tepat setelah
saya selesai membaca.
“Anak Adan satu badan satu jiwa, tercipta dari asal yang sama
Bila satu anggota terluka, semua merasa terluka
Kau yang tak sedih atas luka manusia,
tak layak menyandang gelar manusia.”
The Road to Persia, dari penggalan puisi Saadi, 91
This is HiBoo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar