Ulasan Buku Be an Inspiring Muslimah: Mengenal Para Perempuan yang Menginspirasi Karena Prestasi dan Intimidasi
BOOK - Perempuan kerap kali mendapat tempat kedua di
masyarakat dan sering dianggap lemah sehingga mendapat banyak
diskriminasi dalam kehidupan. Namun, di luar stigma negatif tersebut, perempuan
tetap bisa berkarya dan bersinar. Buku Be an Inspiring Muslimah karya
Yoli Hemdi hadir untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa banyak perempuan hebat
di luar sana yang memiliki banyak prestasi di tengah intimidasi.
Book Information
Judul :
Be an Inspiring Muslimah
Penulis :
Yoli Hemdi
Halaman : 175
Penerbit :
Zikrul Hakim
Tahun :
2015
Selayang Pandang
Sudah menjadi rahasia umum bahwa perempuan kerap kali
diperlakukan berbeda di masyarakat. Sejarah telah mencatat bahwa di berbagai
peradaban dunia—bahkan dari sebelum Masehi, perempuan selalu menempati posisi
kedua di masyarakat, dan kadang bisa lebih buruk dari itu. Ironisnya, di zaman
modern seperti sekarang—setelah banyaknya regulasi yang dibentuk serta badan
yang didirikan untuk membela hak perempuan, diskriminasi terhadap kaum hawa
tetap terjadi.
Konon katanya perempuan terlalu lemah secara fisik,
terlalu mengedepankan emosi daripada logika, kurang mumpuni dalam banyak hal,
tidak mampu memimpin, dan berbagai label miring lainnya yang selalu
disandingkan pada perempuan. Katanya lagi, hanya mereka yang memiliki kromosom
XY saja yang bisa melakukan segalanya.
Namun, apakah perempuan hanya perlu diam berpangku
tangan dan membiarkan perlakuan tidak adil itu tetap hidup? Tentu tidak. Sudah
seharusnya perempuan melawan dan memperjuangkan hak-haknya, apapun hasilnya
kemudian. Seperti halnya para perempuan yang dikisahkan dalam buku Be
an Inspiring Muslimah karya Yoli Hemdi ini. Kisah-kisah mereka seolah
sedang berbicara kepada perempuan di seluruh dunia untuk terus berjuang melawan
ketidakperpihakan itu.
Mengusung tema islami, buku ini berfokus pada
perjuangan para muslimah di berbagai belahan dunia. Meski terdiri dari lima bab
dengan beberapa tokoh inspiratif di setiap bagiannya, saya mendapati bahwa buku
ini membagi kisah-kisah tersebut ke dalam dua bagian tersirat.
Pada bagian pertama, kita akan disuguhi berbagai kisah
yang memotivasi pembaca mengenai para perempuan hebat dengan berbagai
prestasinya. Ceritanya beragam, mulai dari menjadi ketua DPR muslim pertama di
suatu negara, menjadi wali kota termuda, menang pilkada di Eropa, berkarya dalam
industri film dan olahraga, berjuang melalui pendidikan, dan lain sebagainya.
Beberapa kisah menceritakan mengenai prestasi para
muslimah di negeri minoritas Islam. Hidup sebagai kelompok minoritas di suatu
komunitas tentu bukan hal yang mudah. Belum lagi, fakta bahwa mereka adalah
perempuan seringkali menjadikan mereka dipandang rendah oleh sekitar: perempuan
dan juga penganut agama Islam di negara minoritas, sebuah paket combo yang
masih banyak orang rasakan dewasa ini. Namun, hal itu tentu bukan menjadi
penghalang untuk tetap berkarya.
Contohnya seperti kisah Dalia Mogahed, seorang muslimah
penasihat Barack Obama bidang Timur Tengah dan Muslim Amerika. Meski menjadi
seseorang yang menyandang status muslim perempuan, Dalia tetap membuktikan
bahwa dirinya mampu menjadi jembatan antara komunitas Muslim Amerika dengan
pemerintah. Saat menjalankan tugasnya, banyak suara miring yang mengatakan
dirinya hanya berperan sebagai boneka Barack Obama. Meskipun demikian, Dalia
tetap teguh dalam menjalankan tugasnya dengan baik.
Penulis buku Be an Inspiring Muslimah ini
tidak lupa mencantumkan satu kisah inspiratif dari tokoh perempuan dalam
negeri. Dia bernama Rahmah el-Yunusiyyah yang mendirikan sekolah khusus
perempuan pada 1 November 1923. Sekolah itu kerap disebut dengan “Sekolah
Menyesal” karena murid-murid angkatan pertamanya adalah ibu-ibu yang baru
belajar di usia tua. Di sekolah itu, para perempuan tidak hanya diajarkan
membaca dan menulis, melainkan juga menenun, menyulam, menjahit, dan
sebagainya. Rahmah el-Yunusiyyah pernah ditangkap oleh tentara Jepang karena
dia turut memperjuangkan kemerdekaan. Meski demikian, setelah dibebaskan, dia
melanjutkan perjuangannya dalam bidang pendidikan.
Selain kisah menakjubkan tentang berbagai prestasi kaum
hawa di berbagai belahan dunia, buku ini menunjukkan sesuatu yang kontras,
khususnya di beberapa subbab dan bagian akhir buku. Hemat saya, kisah-kisah
yang menyayat hati tersebut sedang mengajarkan kepada kita bahwa kadang
kehebatan perempuan tidak hanya dapat diukur dari prestasi yang mereka buat
saja, melainkan juga dari bagaimana cara mereka berjuang melawan kelaliman.
Di sudut dunia yang lain, ketidakadilan terhadap
perempuan bukan lagi tentang mereka yang didiskriminasi di tempat kerja atau
sebagainya, tapi tentang mereka yang tidak diberi ruang untuk menyuarakan
haknya dalam menentukan hidup mereka sendiri.
Salah satu kisah dalam buku ini menceritakan seorang
gadis berusia 10 tahun yang bersikeras ingin mengajukan perceraian kepada
lembaga kehakiman. Ya, gadis belia itu harus menelan pil pahit karena terpaksa
menikah di usia yang sangat belia. Apa yang kemudian melatarbelakangi
pernikahan tersebut? Apakah keinginan murni gadis itu? Tentu bukan. Gadis itu
menikah untuk menyelamatkan ekonomi keluarga dan bukan karena keinginannya
sendiri. Memang sangat disayangkan bahwa kejadian seperti ini masih terjadi
pada anak-anak polos yang bahkan belum paham bagaimana cara menyuarakan haknya.
Saat suatu masyarakat berlaku cacat terhadap hak
perempuan, selalu ada mereka yang mampu melawan dan tetap bersinar di tengah
badai pengkerdilan. Namun ironisnya, tidak semua perempuan mampu bersuara dan
bangkit dari keterpurukan. Ada juga perempuan yang memilih diam meski batinnya
meronta ingin diberikan keadilan. Bahkan, mereka tidak selalu menuntut
kesetaraan penuh dengan laki-laki—mereka hanya ingin diperlakukan layaknya
manusia.
This is HiBoo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar