Inilah 4 Hal Tentang Rohingya: Salah Satu Etnis Tanpa Kewarganegaraan Terbesar di Dunia
HISTORY – Rohingya adalah salah satu kelompok etnis yang kerap menjadi sorotan dalam isu migrasi internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, kedatangan kapal pengangkut pengungsi Rohingya ke wilayah seperti Aceh telah menarik perhatian masyarakat Indonesia.
Keberadaan mereka seringkali memicu reaksi yang beragam—dari empati hingga penolakan. Ada banyak alasan di balik respons tersebut, termasuk faktor sosial, politik, dan kemanusiaan.
Selain ke Indonesia, etnis Rohingya juga telah mencoba mencari perlindungan di negara-negara lain seperti Malaysia dan Bangladesh. Siapa sebenarnya mereka, dan mengapa mereka terus bermigrasi? Berikut empat hal penting yang perlu diketahui tentang Rohingya.
![]() |
Gambar simbolik buatan AI yang menggambarkan suasana di tenda pengungsian. Digunakan sebagai ilustrasi, bukan dokumentasi asli. |
Minoritas Muslim dari Myanmar
Etnis Rohingya merupakan salah satu kelompok etnis yang berasal dari wilayah Rakhine, Myanmar. Mayoritas dari mereka beragama Islam. Istilah Rohingya diyakini berasal dari kata Rohan atau Rohang, yang merupakan nama lama dari Arakan (sekarang dikenal sebagai Rakhine).
Pendapat lain menyatakan bahwa istilah Rohingya baru muncul pertama kali pada tahun 1950. Sebelumnya, mereka lebih dikenal sebagai orang Bengal, karena memiliki ciri fisik dan budaya yang mirip dengan masyarakat Bengal.
Ada Jauh Sebelum Myanmar Merdeka
Sebagai etnis Muslim di Myanmar, keberadaan etnis Rohingya tidak bisa dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke wilayah tersebut. Islam telah hadir di sana sejak tahun 1055, dibawa oleh para saudagar dari Arab.
Pada tahun 1430, berdirilah Kerajaan Arakan yang dipimpin oleh Narameikhla. Sebelumnya, Narameikhla adalah seorang penguasa beragama Buddha yang sempat diasingkan ke Bengal. Di sana, ia memeluk Islam dan kemudian memimpin Kerajaan Islam di Arakan setelah kembali.
Pada tahun 1784, Kerajaan Arakan diinvasi oleh Kekaisaran Burma, yang menjadikan agama Buddha sebagai agama mayoritas negara. Sejak saat itu, kedudukan Islam mulai terancam dan mengalami segregasi.
Sekitar tahun 1800-an, Inggris datang dan menguasai wilayah Burma (sekarang Myanmar). Setelah cukup lama berkuasa, pada tahun 1948 Inggris akhirnya memberikan kemerdekaan kepada Myanmar.
Tidak Diakui sebagai Warga Negara Myanmar
Polemik yang dialami oleh etnis Rohingya bukan hanya soal penolakan di negara-negara yang mereka singgahi. Lebih dari itu, mereka telah menghadapi berbagai bentuk penindasan dan kekerasan di negara mereka sendiri. Bahkan, mereka tidak diakui sebagai bagian dari warga negara Myanmar.
Saat Myanmar masih berada di bawah kekuasaan Inggris, terjadi migrasi buruh dari India dan Bangladesh—dua wilayah yang juga dikuasai Inggris pada masa itu. Migrasi tersebut menimbulkan respons negatif dari mayoritas penduduk lokal Myanmar.
Setelah Myanmar merdeka, etnis Rohingya tidak memperoleh hak-hak kewarganegaraan secara penuh. Puncaknya terjadi pada tahun 1982, ketika pemerintah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan. Undang-undang tersebut hanya mengakui 135 kelompok etnis di Myanmar, dan tidak memasukkan Rohingya di dalamnya.
Pemerintah menganggap bahwa etnis Rohingya adalah imigran ilegal dari India dan Bangladesh yang dibawa oleh Inggris pada masa kolonial. Mereka juga berpendapat bahwa etnis Rohingya memiliki kemiripan fisik dengan orang-orang Bengal, yang dianggap berbeda dari masyarakat Myanmar pada umumnya.
Etnis yang Mengalami Diskriminasi dan Kekerasan
Selama masa Perang Dunia II, Burma mulai dikuasai oleh Jepang, sedangkan Inggris memutuskan untuk mundur ke India.
Pada saat itu, mayoritas penduduk Burma menyambut kedatangan Jepang sebagai pengganti Inggris. Namun, etnis Rohingya justru mendukung Inggris. Perbedaan sikap ini memicu ketegangan antara warga Rakhine yang beragama Buddha dan Muslim Rohingya.
Akibat konflik tersebut, bentrokan antarwarga pun terjadi di wilayah Rakhine, dan setelahnya banyak etnis Rohingya bermigrasi secara massal ke Bangladesh.
Pada tahun 1962, Jenderal Ne Win membubarkan organisasi politik dan sosial milik etnis Rohingya. Dalam tahun-tahun berikutnya, pemerintah Myanmar terus melakukan berbagai bentuk kekerasan, penindasan, hingga pemerkosaan terhadap mereka.
Puncaknya terjadi pada tahun 2017, ketika militer Myanmar melakukan serangkaian kekejaman terhadap etnis Rohingya: mereka dieksekusi secara massal, diperkosa, bahkan dibantai. Pemukiman Rohingya juga dibakar secara sistematis. Akibat serangan tersebut, sekitar 87 ribu orang Rohingya mengungsi dan melarikan diri ke Bangladesh.
Tindakan militer Myanmar tersebut dikecam oleh komunitas internasional dan dinyatakan sebagai bentuk kejahatan genosida. Bahkan hingga hari ini, diskriminasi dan kekerasan terhadap etnis Rohingya masih sering terjadi.
Apa yang menimpa kelompok minoritas ini telah menjadi perhatian global. Banyak negara mengecam tindakan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun turut andil dalam upaya penyelesaian konflik antara Muslim Rohingya dan pemerintah Myanmar.
This is Hiboo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar