Terusir di Pulau Jeju dan Banda Neira: Haruskah Putus Asa di Tempat Asing?
HISTORY - Jika mendengar Pulau Jeju dan Banda Neira, bukankah yang terlintas dalam pikiran adalah tentang alam yang indah dengan liburan santai tanpa gangguan? Yang satu penerbangan ke luar negeri, dan yang lainnya adalah penerbangan domestik. Keseimbangan yang indah: menjadi pelancong mancanegara yang tetap mencintai bumi pertiwi.
Namun, jika semua ini tentang liburan dan bersantai, kenapa harus Pulau Jeju dan Banda Neira? Bukankah sebaiknya saya tuliskan kata ‘Maldives’, agar tidak ketinggalan tren layaknya kebanyakan orang di sosial media? Untuk destinasi dalam negerinya, mungkin Bali lebih dikenal banyak orang. Jadi, haruskah saya menulis Maldives dan Bali, daripada Pulau Jeju dan Banda Neira?
Baiklah, ini semua bukan hanya tentang pariwisata. Saya ingin mengupas dua tempat wisata ini dengan pisau bedah sejarah. Terdapat kisah sejarah yang menarik di balik Pulau Jeju dan Banda Neira. Ternyata, masing-masing kisah bisa saling mengingatkan antara satu sama lain.
Pulau Jeju: Tempat Isolasi Mereka yang Berdosa
Pulau Jeju merupakan salah satu tempat yang tidak asing lagi bagi Korean lovers. Saya kira, popularitasnya juga meningkat seiring dengan gerakan hallyu wave saat ini. Secara geografis, pulau kecil ini masuk ke dalam teritorial Korea Selatan. Namun, letaknya terpisah dari pulau utama di semenanjung Korea.
Jauh sebelum menjadi Korea Selatan, Pulau Jeju merupakan kerajaan independen bernama Tamna. Pada masa yang sama, Korea diperintah oleh tiga kerajaan berbeda yaitu Goryeo, Baekje, dan Silla.
![]() |
Pulau Jeju (source: pexels.com/Coman Yu) |
Tamna kemudian berhasil ditaklukan oleh Dinasti Goryeo. Namanya berganti dari Tamna menjadi Jeju yang berarti ‘sebuah desa besar di seberang lautan’. Di era inilah Pulau Jeju digunakan sebagai tempat buangan untuk mereka yang dihukum.
Memasuki masa Dinasti Joseon, tempat ini menjadi tempat pengasingan resmi negara. Mengutip webzine.museum.go.kr, pada masa itu terdapat lima jenis hukuman: eksekusi, pengasingan, kerja paksa, cambukan, dan hukuman cambuk. Pengasingan menjadi hukuman terberat kedua ketika itu.
Letak Pulau Jeju yang jauh dari pulau utama menjadikannya tempat yang pas untuk isolasi. Kehidupan di tempat asing, jauh dari sanak saudara, serta tanpa ada harapan kembali –pemerintah Joseon pernah menutup akses untuk orang-orang dari Jeju selama 200 tahun, menjadi sebuah mimpi buruk bagi mereka yang mendapat hukuman.
Orang yang diasingkan ke Pulau Jeju ketika itu juga beragam. Mulai dari anggota keluarga kerajaan, pejabat, sarjana, sampai orang-orang dari lapisan bawah masyarakat. Motifnya pun bermacam-macam: politik, pencurian, bahkan curang saat ujian pegawai sipil negara.
Saat ini pun orang masih berbondong-bondong pergi ke Pulau Jeju, mengisolasi dan menutup diri sejenak dari hiruk pikuk kehidupan. Namun, kabar baiknya adalah mereka datang bukan karena dihukum dan bisa pulang kembali ke rumah tanpa larangan.
Jangan Mati Sebelum ke Banda Neira
Jangan mati sebelum ke Banda Neira, suatu ungkapan yang sangat terkenal di kalangan bangsa Indonesia. Ungkapan ini muncul dari perkataan Sultan Sjahrir. Sebenarnya ada apa di sana? Kenapa kita jangan mati dulu sebelum pergi ke pulau itu?
Banda Neira merupakan salah satu pulau kecil dari gugusan pulau di Kepulauan Banda, Maluku. Ketika masa kolonialisme, pulau ini merupakan penghasil pala yang banyak diincar oleh penjajah.
Pada masa Kebangkitan Nasional, dua pahlawan Indonesia yang terkenal pernah diasingkan ke Banda Neira. Mereka adalah Mohammad Hatta dan Sultan Sjahrir. Karena sikap mereka yang antipati dan dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah Belanda, mereka akhirnya diasingkan ke pulau ini.
Sebelumnya, kedua tokoh ini diasingkan ke Boven Digoel, Papua. Namun, pada 1936, mereka dipindahkan ke Banda Neira. Selain Bung Hatta dan Sultan Sjahrir, terdapat juga tokoh nasional lain seperti Iwa Koesoemasoemantri dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo di pulau Banda ini.
Selama pengasingannya, Sultan Sjahrir sering menggambarkan keelokan alam di pulau ini melalui tulisannya. Indahnya pulau pala ini pun menjadi latar belakang munculnya ungkapan jangan mati sebelum ke Banda Neira.
![]() |
Banda Neira (source: pexels.com/teras dondon) |
Pulau ini memiliki pesona alam yang sangat indah, baik di darat maupun di laut. Hijaunya pohon dan tumbuhan, gagahnya gunung yang menjulang, apiknya benteng Belgica, serta alam baharinya yang elok, menjadi daya tarik yang tidak hanya memikat hati Sultan Sjahrir, namun juga orang-orang lintas generasi.
Baiklah, jika kita belum sempat ke Banda Neira, mungkin kita bisa berlatih dengan menatap bagian belakang uang seribu rupiah, kemudian berdoa agar bisa cepat ke sana. Tentunya, jangan lupa untuk mengumpulkan uang.
Haruskah Putus Asa di Tempat Asing?
Seseorang pernah berkata bahwa besar kecilnya masalah tidak didasarkan pada masalahnya itu sendiri, melainkan pada cara pandang kita terhadap kesulitan tersebut. Semua ini tentang sudut pandang dan pola pikir.
Di situasi keterasingan pun, sebagian orang masih memilih untuk tetap bertahan dan berkembang. Mereka menganggap pengasingan bukan sebagai masalah besar. Di Pulau Jeju maupun Banda Neira, terdapat orang yang tetap memutuskan untuk berkarya dan menyebarkan manfaat, alih-alih murung di pojok ruang antar berantah.
Dalam sejarah Pulau Jeju, seorang seniman terkenal bernama Kim Jeonghui menjadi salah satu dari banyaknya tahanan ketika itu. Selama terisolasi, dia menciptakan lukisan monumentalnya bernama Sehando atau Winter Scene. Ketika itu, dia juga mengembangkan gaya tulisan tinta bernama Chusache.
Di Pulau Banda, Mohammad Hatta masih produktif mencurahkan pemikirannya melalui tulisan-tulisannya di surat kabar. Ketika masa itu juga, Bung Hatta bersama Sultan Sjahrir mendirikan sekolah dan mengajar anak-anak di pulau tersebut. Mereka juga menyebarkan semangat nasionalisme dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat di sana.
Kedua tempat ini, Pulau Jeju dan Banda Neira, dahulu merupakan tempat isolasi bagi mereka yang dianggap bersalah. Namun sekarang, kedua tempat ini menjadi tujuan destinasi wisata yang terkenal karena keindahan alamnya, serta sejarahnya yang penuh dengan perjuangan.
This is HiBoo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar