Saat Hidup Tak Sesuai Rencana, Haruskah Kita Berbalik Arah? Refleksi Buku Sang Alkemis
OPINI - Sang Alkemis merupakan magnum opus
karya penulis asal Brazil, Paulo Coelho. Novel dengan tebal 224 halaman ini
berkisah tentang perjalanan seorang pria bernama Santiago. Ia memulai
petualangannya setelah bermimpi tentang harta karun yang tersembunyi di piramida
Mesir. Yakin tapi ragu terhadap mimpinya itu, ia pun pergi menemui seorang
wanita tua untuk menafsirkan mimpi yang terus menghantui pikirannya.
Meski telah bertemu si penafsir
mimpi, keraguan masih menyelimuti pikirannya. Santiago sempat bimbang, antara
tetap hidup seperti biasa bersama domba-domba yang sudah ia pahami "bahasanya," atau memulai petualangan baru yang muncul dari mimpinya.
Sebagai seorang penggembala domba di
suatu tempat di Semenanjung Iberia, keputusan pergi jauh dan meninggalkan domba-dombanya
tentu bukanlah perkara yang mudah. Dalam buku itu dikatakan, “dia harus
memilih antara cara hidup yang begitu telah dikenalnya dan sesuatu yang ingin
dimilikinya.” Namun, pertemuannya dengan seseorang yang mengaku raja pun
membawa Santiago pada keputusan final. Meski sempat terjeda dalam mengambil
sikap, pada akhirnya, rasa sangsi itu kalah dengan tekad nekad dari sang
penggembala.
Pengembaraan yang dilakukan oleh
Santiago bukanlah perjalanan tanpa cela—berhenti menggembala, menyebrangi selat
Gibraltar, pergi ke Mesir melalui gurun, bertemu harta karun, tamat. Sepanjang
menapaki tempat-tempat menuju piramida, ia banyak menghadapi masalah yang tak
pernah ia bayangkan sebelumnya.
Saat pertama kali mendaratkan kaki
di kota pelabuhan di Maroko, ia harus langsung menghadapi nasib sial. Nasib itu
begitu sial sampai ia menjadi seseorang tanpa harta—juga tanpa domba. Kejadian
tak terduga itu pun mengantarkan Santiago menjadi seorang pegawai di toko
kristal selama satu tahun lamanya. Meski pekerjaan itu tidak ada dalam daftar
rencana perjalanannya, ia mendapat banyak pelajaran—dan juga uang.
Saat materi tak lagi menjadi
persoalan, Santiago dihadapkan pada sangsi yang lain: kembali ke Spanyol dan
membeli domba atau terus melangkah sebagaimana rencana awal. Berkat
pembicaraannya dengan pemilik toko kristal, ia pun memutuskan untuk tetap
berjalan menuju piramida.
Sebagaimana perjalanan sebelumnya,
kisah perjalanan di padang pasir ini juga banyak menyiratkan pelajaran hidup.
Ini bukan sekedar perjalanan sederhana selama beberapa minggu atau bulan di
tengah panasnya siang dan dinginnya malam gurun pasir. Dalam perjalanan kali
ini, Santiago bertemu seorang pria asal Inggris yang sedang mencari rahasia
alkimia. Pertemuan itu akhirnya membawa mereka menuju sebuah oasis, tempat
Santiago bertemu orang tak terduga lainnya.
Oasis adalah tempat yang begitu
dirindukan banyak orang yang sedang bergumul dengan luasnya padang pasir. Tak
pernah dibayangkan oleh Santiago bahwa oasis yang begitu ia rindukan untuk
berteduh itu akan membawanya menuju sangsi yang lain. Di sana, dia bertemu dua
sosok yang membuatnya bimbang antara menyerah atau melanjutkan mimpinya: Fatima
dan Sang Alkemis.
Di oasis, Santiago bertemu Fatima,
seorang gadis gurun yang menarik perhatiannya dan membuatnya ingin terus
menetap di tempat singgah situ. Fatima tak pernah melarang Santiago untuk
melanjutkan perjalanan, namun Santiago justru enggan pergi, sebab ia tengah
bertarung dengan pikirannya sendiri.
Di sisi lain, takdir
mempertemukannya dengan Sang Alkemis, orang yang sedang dicari-cari pria
Inggris itu. Sang Alkemis, sama seperti si raja dan pemilik toko kristal,
mendorong Santiago untuk terus mengejar mimpinya. Oasis itu pun membawa
Santiago pada perenungan yang penuh bimbang. Meski sempat ragu dan hampir
menjadi orang gurun, pada akhirnya ia tetap melangkah menuju piramida.
Bersamaan dengan Sang Alkemis, ia
terus berjalan walaupun kakinya begitu berat untuk melangkah. Meski sudah
hampir seperempat jalan tersisa, perjalanan itu tentu tetap tidak semudah
kelihatannya. Bahkan saat Santiago telah mencapai piramida, ia harus
dipertemukan dengan kawanan perampok yang membuatnya tak berdaya. Namun, siapa
sangka, justru dari obrolan para perampok itulah Santiago menemukan petunjuk
tentang di mana harta karun itu sebenarnya berada.
Harta karun dalam buku Sang Alkemis
memang mengundang rasa penasaran, bahkan sejak bagian awal. Sepanjang membaca
buku ini, kita akan terus penasaran tentang seperti apa sebenarnya harta karun
yang selalu dicari oleh Santiago itu. Tentu saya tidak bisa mengungkap semuanya
di sini. Namun, bagi saya, harta karun di buku Sang Alkemis itu multitafsir.
Menurut saya, perjalanan Santiago itu sendirilah yang menjadi harta karun yang
sesungguhnya.
Pengembaraan yang dilakukan Santiago
mengajarkan banyak pelajaran hidup, baik itu tentang mengejar mimpi, menerima
takdir, membuat keputusan, atau yang lainnya. Ada satu hal yang menarik bagi
saya. Saat Santiago tiba-tiba mengalami nasib sial dan terpaksa menjalani
pekerjaan lain yang tak sesuai rencananya, saya rasa bagian ini mengisyaratkan
kepada kita bahwa kadang dalam hidup, kita pun sering dihadapkan pada kejadian
tak terduga saat sedang berusaha meraih sesuatu yang kita inginkan,
Dalam mengejar impian, kita memang
harus yakin dan berusaha tanpa menyerah. Namun ada kalanya sesuatu terjadi di
luar ekspektasi kita. Alih-alih bersikap gegabah dengan berkata, “Aku yakin aku
bisa” tanpa berpikir panjang, akan lebih baik jika kita bersikap realistis dan
memikirkan jalan keluar yang tepat. Ini bukan sikap menyerah terhadap impian.
Hanya saja, semuanya ini tentang waktu. Bisa jadi Tuhan sedang memberikan kita
kesempatan untuk mempersiapkan diri lebih matang sebelum akhirnya mengantarkan
kita pada impian yang kita inginkan.
This is HiBoo, Ciao!***
Komentar
Posting Komentar